Sekolah Rakyat: Pertautan Astacita dan ‘Pengusaha Mengajar’ APINDO

Wartadesatv, Jakarta –Dunia pendidikan tanah air terus menjadi fokus perhatian dan pengkajian berbagai elemen sosial. Problem keterbelakangan dan ketimpangan akses pendidikan menjadi salah satu isu yang paling banyak disorot.

Mengutip data yang dirilis Worldtop20.org, peringkat pendidikan Indonesia pada 2023 berada di urutan ke-67 dari 209 negara di dunia.

Indonesia hanya berdampingan dengan Albania yang berada satu tingkat di atas Indonesia dengan menempati posisi di ke-66 dan satu level di atas Serbia dengan peringkat ke-68 dunia.

Ini mencerminkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia memang sedang tidak baik-baik saja.

Jangan jauh-jauh mencari perbandingannya, di skala regional ASEAN saja kualitas pendidikan Indonesia masih kalah jauh dari negara-negara tetangga seperti Singapura, Thailand dan Malaysia.

Mirisnya, pendidikan Indonesia berdasarkan penilaian Programme for International Student Assessment (PISA) justru menempati peringkat ke-6 di ASEAN di bawah Singapura, Vietnam, Brunei Darussalam, Malaysia dan Thailand.

Itu baru soal mutu, belum soal keadilan akses. Dalam hal keterjangkauan terhadap pendidikan formal, masih banyak generasi muda Indonesia yang belum mendapatkan akses pendidikan yang layak.

Faktor ketidakmerataan institusi pendidikan seperti sekolah dan tenaga pengajar masih menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan.

Sementara, di saat bersamaan, pemerintah mencanangkan visi Indonesia Emas tahun 2045, yang berarti dalam dua puluh tahun akan datang Indonesia akan mencetak generasi-generasi muda penerus bangsa yang produktif dan berdaya saing global.

Visi tersebut tentu hanya akan digapai manakala kualitas dan akses pendidikan benar-benar sesuai yang diharapkan.

Artinya, mutu pendidikan kita harus ditingkatkan dan kesempatan mengenyam pendidikan bagi putra-putri terbaik bangsa tidak lagi mengalami kendala berarti.

Sedangkan, situasi hari ini di Indonesia menunjukkan fakta yang bertolak belakang dengan harapan tersebut.

Hal itulah yang mengilhami Presiden Prabowo Subianto menginisiasi Sekolah Rakyat sebagai jawaban atas pemasalahan pendidikan di tanah air.

Dan, menariknya, spirit mencerdaskan anak bangsa itu telah dimulai oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) melalui program “Pengusaha Mengajar”.

Program APINDO ini selaras, senafas dan sejalan dengan apa yang diharapkan pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran untuk mewujudkan generasi emas akan datang.

*Apa dan Bagaimana dengan Sekolah Rakyat*

Masih seputar data tentang kondisi pendidikan di Indonesia, data yang sempat dirilis UNESCO pada tahun 2000 tentang Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Indeks), yaitu komposisi dari peringkat kecapaian pendidikan, Indonesia masih menghadapi kendala besar dari segi kemerataan.

Problem ketidakmerataan pendidikan di tanah air adalah salah satu yang paling kompleks di antara negara-negara lain di dunia.

Salah satu faktor krusial yang memicu kondisi tersebut yakni masalah sosio-ekonomi. Kita ketahui bahwa kondisi ketimpangan di Indonesia tidak hanya terjadi pada sektor pendidikan, melainkan juga pada sektor ekonomi.

Hampir sebagian besar masyoritas anak-anak miskin di Indonesia kesulitan mendapatkan akses pendidikan yang berkualitas.

Hal ini dengan jeli dibaca oleh pemerintah, terutama di bawah pemerintahan Prabowo-Gibran. Bahwa faktor kemiskinan menjadi salah satu penyebab anak-anak tidak mampu mengakses sekolah-sekolah yang ada.

Untuk memberikan kesempatan yang lebih adil kepada seluruh anak negeri untuk mendapatkan pendidikan yang memadai, pemerintah melalui visi Astacita, mencoba menghadirkan sebuah program baru dengan nama “Sekolah Rakyat”.

Sekolah Rakyat ini lahir sebagai bagian tidak terpisahkan dari keprihatinan Presiden Prabowo atas kondisi ketimpangan akses pendidikan yang dialami anak-anak kurang mampu.

Komentar