Wartadesatv, Kab Bandung – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung melalui Inspektorat Daerah melaksanakan launching program Cinta Desa bersama Pemerintah Desa di Wilayah Kabupaten Bandung dan Kecamatan serta DPRD Kabupaten Bandung, Kejaksaan Negeri Bale Bandung dan Polresta Bandung.
Pada kesempatan yang sama, Pemkab Bandung yang dilaksanakan langsung Bupati Bandung Dadang Supriatna launching aplikasi Whistle Blowing System (WBS) dan aplikasi SIMPRODAS (Sistem Informasi Pengawasan Probity Bedas) di Degung Grand Ballroom, Hotel Grand Sun Shine Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung, Kamis (8/5/2025).
Pelaksanaan launching itu dalam upaya mewujudkan desa yang bersih, damai dan sejahtera. Untuk diketahui, aplikasi Simprodas adalah digunakan untuk pengawasan proyek-proyek strategis Pemerintah Daerah (Pemda) dengan fokus pada integritas, kebenaran, dan kejujuran. Aplikasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa pengadaan dan pelaksanaan proyek-proyek Pemda berjalan dengan baik dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Bupati Bandung Dadang Supriatna mengatakan bahwa pelaksanaan launching dan peluncuran aplikasi WBS ini adalah salah satu upaya Pemerintah Kabupaten Bandung melalui Inspektorat Daerah untuk membantu dan mendorong penyelenggaraan pemerintah yang baik.
“Aplikasi WBS ini untuk melindungi kepentingan publik, untuk meningkatkan transparansi dan mengurangi risiko. Aplikasi ini juga sebagai pengawasan preventif, selain memberikan edukasi dan pendampingan. Selain itu untuk melindungi bagi si pelapor, apabila ada temuan dilaporkan melalui suatu sistem. Insya Allah akan melindungi bagi pelapor apabila menemukan sebuah masalah dan sebagainya,” tutur Bupati Bandung dalam keterangannya.
Kang DS, sapaan akrab Dadang Supriatna mengatakan dengan adanya aplikasi WBS ini akan lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, terutama dalam hal transparansinya.
“Bahwa program yang disampaikan Pemerintah Kabupaten Bandung ke desa-desa tolong disampaikan secara transparan dan terbuka,” tegas Kang DS.
Menurutnya, dengan aplikasi ini akan lebih mempermudah dan melihat berapa anggaran di masing-masing desa tersebut.
Ia mengatakan untuk mencegah kepala desa yang terjerat hukum karena dugaan berbagai permasalahan di pemerintahan desa, Pemkab Bandung melalui Inspektorat Daerah sudah menambah tenaga Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Inspektorat.
Tenaga APIP ini adalah personel yang bertugas melakukan pengawasan internal di lingkungan pemerintahan. Mereka memastikan bahwa kegiatan pemerintah, seperti kebijakan, anggaran, dan kinerja, berjalan sesuai ketentuan yang berlaku.
“Sekarang ini penambahan APIP sudah 100 persen, dari 40 orang menjadi 87 orang. Setiap orang APIP auditor ini sudah ditugaskan di masing-masing desa. Tinggal kita bagaimana mendorong operasionalnya, supaya bisa turun langsung ke lapangan,” katanya.
Kang DS juga berharap tenaga APIP auditor ini diputar setiap setahun sekali, untuk menghindari kekhawatiran terjadinya korupsi atau kolusi. Ia tidak berharap perputaran tenaga APIP ini dilaksanakan dua sampai tiga tahun sekali.
“Setiap tahunnya tenaga APIP auditor ini dirotasi. Misalnya, tahun ini desa ini, dua tahun kemudian desa lainnya yang dirotasi tenaga APIP auditornya. Orang atau auditornya tidak itu-itu saja,” katanya.
Kang DS berharap pelaksanaan launching program Cinta Desa, aplikasi WBS, dan aplikasi Simprodas ini bisa berjalan baik.
“Melalui aplikasi WBS dan aplikasi Simprodas yang pada hari ini dilaunching, ini dalam rangka meminimalisir persoalan. Melalui aplikasi WBS ini jangan sampai desa melakukan kesalahan. Apabila yang tidak jelas, para kepala desa bisa komunikasi dengan auditor. Tapi jangan diajak korupsi,” katanya.
Ia juga menyebutkan urusan musdes berdasarkan pada Standar Satuan Harga (SSH) yang sudah ditentukan. Selama kepala desa membuat anggaran berdasarkan SSH itu sudah benar.
“Jangan takut. Kalau kepala desa banyak takut, tidak akan bisa membangun. Jangan takut dan bingung itu karena ada pendampingan dari Inspektorat. Kalau ada Inspektorat ke desa, kepala desa jangan takut,” katanya.
Kang DS mengatakan ada perbedaan desa antara dulu saat ia jadi kepala desa pada tahun 1998 dengan saat ini berbeda.
“Pada tahun 1998 itu tidak ada anggaran di desa. Bahkan dirinya menghibahkan pada saat itu sekitar Rp 1 miliar,” katanya.
Setelah pemerintahan Presiden Joko Widodo, katanya, kemudian ada dana desa, ditambah dana ADPD (Alokasi Dana Perimbangan Desa) dari APBD Kabupaten Bandung.
“Saat ini di Kabupaten Bandung, paling sedikit Rp 2 miliar dan paling besar Rp 4,5 miliar, bahkan ada yang Rp 5 miliar satu desa,” ujarnya.
Bupati Bedas mengatakan, dengan adanya anggaran dana desa dan ADPD itu ada sebagian kepala desa di Kabupaten Bandung yang tersandung masalah hukum. Hal itu disebabkan karena latar belakang kepala desa, di antaranya dari pengusaha, preman, ormas, petani, tukang parkir, tukang bata, sehingga disaat jadi kepala desa bingung bagaimana mengelola keuangan.
Komentar